Selasa, 11 Januari 2011

Seperti halnya perseteruan India dan Pakistan yang memperebutkan Kashmir di perbatasan, hal serupa juga terjadi di Sudan. Salah satu daerah bernama Abyei di kawasan perbatasan Sudan Utara dan Selatan akhirnya menjadi rebutan, daerahnya diyakini menyimpan banyak kandungan minyak. Sementara Referendum tengah berlangsung dan hasilnya belum diumumkan, sengketa hebat sudah terjadi.

Pemerintah Khourtoum pada hari Senin (11/1) kemarin, menggelar rapat darurat memanggil Menteri Dalam Negeri beserta para staff-nya, untuk mencari solusi menghentikan perang lokal yang terjadi di daerah kaya minyak, Abyei. Data terakhir menyebutkan, korban tewas mencapai 33 orang.

Rapat darurat ini digelar setelah perwakilan pemerintah Khortoum yang berada di Selatan kota Kordofan, menemui kepala daerah Abiyei, ia mengatakan, "Kami mengusulkan kepada kementerian dalam negeri, untuk segera melakukan rapat darurat untuk membahas konflik di Abiyei. Bentrokan kemarin telah banyak memakan korban, perang meletus akibat serangan tentara SPLA (pro Sudan Selatan) terhadap suku Arab Misseriya."

Ia kemudian menambahkan, akan mengadakan rapat khusus dengan suku-suku yang ada di wilayah Abyei, guna mencarikan solusi bersama.

Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, para kepala suku di Abyei pada hari Senin (11/1) kemarin mengatakan, bahwa perang suku tengah meletus sejak Jum'at (7/1) lalu. Kelompok Sudan Utara dan Selatan bersitegang, hingga bentrokan terjadi dan sedikitnya 33 orang menjadi korban.

Berulang kali bentrokan berdarah terjadi sejak Jum'at kemarin. Antara suku Arab, Misseriya dengan tentara pro Sudan Selatan di salah satu lokasi di wilayah Abiyei yang dikenal dengan nama Laut Arab atau Sungai Besar.

Abyei sendiri kini didiami dua suka besar; yaitu suku Dinka yang berpihak ke Selatan dan suku Arab Misseriya yang berpihak ke Utara.

Kepala daerah Abyei,dari suku Dinka, Deng Arop Kuol kepada kantor berita French Press mengatakan, "Mereka-suku Misseriya-tiga kali menyerang kami, bahkan sampai sekarang, beberapa serangan juga masih terjadi." keluhnya.

Ia kemudian juga membenarkan, akibat serangan beruntun itu sebanyak 20 orang dari suku Arab Misseriya tewas, sedangkan dari suku Dinka  sekitar 22 orang.

Suku Misseriya merupakan suku yang hidup berpindah-pindah, pada musim panas mereka membawa hewan ternaknya dari arah Utara menuju Abiyei, mencari telaga air untuk memberikan hewan ternaknya minum.

Di pihak lain, kepala suku Misseriya, Hamin Al Anshori ketika dihubungi oleh Franch Press mengatakan, suku Dinka lebih dulu melakukan penyerangan. "Sebanyak 13 orang dari pihak kami tewas sejak serangan hari Jum'at kemarin, dan 38 orang lainnya mengalami luka-luka," jelasnya.

Pasukan pengaman PBB yang berada di wilayah perbatasan menyatakan tengah melakukan pengamanan dan terus melakukan patroli di lokasi bentrokan.

Suku Dinka hidup menetap di wilayah Abyei, sedangkan suku Misseriya, ketika musim panas tiba dengan hewan-hewan ternaknya mereka kerap melintasi wilayah itu menuju telaga air. Bentrokan pun terjadi ketika suku Dinka menghalang-halangi jalan mereka ke telaga.

Seharusnya, kedua suku ini diberikan hak untuk melakukan referendum, menentukan pilihan bergabung ke Sudan Utara atau Selatan. Di satu sisi mereka berseteru karena gesekan antar suku, namun di sisi lain, pemerintahan di Utara dan Selatan kerap melakukan klaim atas wilayah kaya akan minyak ini. Bagi Selatan, tanpa menguasai Abyei, berdirinya negara baru bagi mereka bisa tak memberikan arti apa-apa, karena sumber minyak paling menjanjikan itu hanya ada di Abyei. (msy/imo)

0 komentar:

Posting Komentar